Oleh: Tarwiyah
“Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah pada Lukman yaitu bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, barangsiapa tidak bersyukur maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersukutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS Lukman: 12-13)
Anak tidak hanya buah hati bagi orang tua, tapi anak juga merupakan penerus risalah pengemban dakwah Islam. Orang tua yang bijak tidak hanya membekali anak-anaknya dengan pendidikan duniawi saja, tapi juga bekal untuk kehidupan akhirat mereka kelak.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu setiap orang tua dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi putra putrinya.
Pendidikan adalah sebuah nilai-nilai luhur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Di dalam Islam, berbicara mengenai pendidikan tidak dapat dilepaskan dari asal manusia itu sendiri. Menurut Alquran manusia terdiri dari tiga hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu jasad, ruh, dan intelektualitas.
Semua manusia adalah sama dalam komposisi ini. Mereka semua tercipta dan dilahirkan ke alam dunia ini dengan dasar penciptaan yang tidak berbeda. Kesimpulan ini telah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits berikut ini: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orangtuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi”. (HR Bukhari)
Pendidikan anak adalah sesuatu yang sangat mendasar. Perannya tidak bisa digantikan oleh siapapun selain orang tua, kecuali dalam kondisi tertentu. Pendidikan anak juga merupakan bentuk pekerjaan yang mesti dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pekerjaan gampang, apalagi dengan sambil lalu.
Dalam prakteknya, tidak sedikit para orang tua yang kerap melakukan kesalahan dalam upayanya mendidik putra putrinya, baik karena ketidakpedulian, sikap meremehkan maupun karena kelalaian dalam mendidik. Sehingga sering kita mendengar dan saksikan terjadinya penyimpangan anak-anak dalam masyarakat akibat pendidikan yang salah.
Lima metode mendidik anak dalam Islam
Pertama, mendidik anak dengan keteladanan yang baik, yakni orang tua harus memberikan contoh yang baik setiap hari kepada anaknya dalam berbagai hal. Ini berarti kalau orang tua ingin memiliki anak yang shaleh, maka yang shaleh terlebih dahulu mestinya adalah dirinya sendiri (orang tuanya), ini juga berarti kalau orang tua tidak shaleh, jangan terlalu banyak berharap untuk memiliki anak yang shaleh karena orang tua harus memberi contoh yang baik dan ini bukan sesuatu yang dibuat-buat.
Hal ini sesuai Alquran surat Al Baqarah ayat 44 yang artinya, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab?. Maka, tidakkah kamu berfikir”.
Kedua, mendidik anak dengan pembiasaan-pembiasaan yang baik, ini berarti segala hal yang baik di dalam Islam sudah harus dilaksanakan oleh sang anak meskipun dia masih kecil, itu pula sebabnya mengapa sang anak sudah harus melaksanakan shalat pada saat sang anak berumur tujuh tahun, padahal anak umur tujuh tahun itu secara hukum belum wajib shalat, dia baru wajib pada saat baligh, ini tentu agar sang anak sudah terbiasa melaksanakan ajaran Islam.
Ketiga, mendidik dengan pengajaran dan dialog. Ini berarti kalau sang anak sudah mendapat keteladanan dari orang tuanya lalu dibiasakan juga untuk melakukan sesuatu, ketika diberi pengajaran tentang yang harus dilaksanakannya itu, sang anak akan mudah memahami dan menerima pengajaran, apalagi kalau pengajaran dilakukan dengan cara dialog antara orang tua dengan anaknya. Hal ini dicontohkan oleh nabi Ibrahim as kepada anaknya Ismail.
Firman Allah SWT dalam surat Ash Shaffat ayat 102 yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup/baligh) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya anku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, apa pendapatmu. Ia (Ismail) menjawab: “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan padamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Keempat, mendidik anak dengan pengawasan dan nasihat, ini berarti orang tua harus mengawasi anak-anaknya dalam arti memberikan kontrol, sementara bila didapati ada hal-hal yang kurang baik dilakukan oleh sang anak, maka orang tua harus memberinya nasihat-nasihat yang baik. Keharusan orang tua mengontrol anak-anaknya, misalnya tentang siapa temannya, karena teman itu sangat besar pengaruhnya bagi sang anak. Hal ini terdapat dalam hadits Rasulullah SAW: “Seseorang mengikuti agama kawannya, karena itu perhatikanlah kepada siapa orang itu berkawan”. (HR Tirmidzi).
Kelima, mendidik dengan cara memberikan hukuman atau sangsi bila sang anak tidak juga melakukan sesuatu yang mesti dilakukan, sementara perintah yang lemah lembut sudah dilakukan, tapi tidak membuat sang anak mau berubah kearah yang lebih baik.
Isyarat memberi sangsi atau menghukum anak misalnya terdapat dalam lanjutan hadits tentang perintah shalat kepada anak. Rasulullah SAW bersabda: “Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR Abu Daud)
Beberapa kesalahan dalam mendidik anak :
1. Menuntut anak untuk melaksanakan suatu perintah tanpa menjelaskan sebabnya.
2. Kelengahan orangtua dalam menetapkan disiplin bagi anak.
3. Tidak menyikapi kesalahan anak dengan penuh kesabaran.
4. Terlalu obral janji dengan selalu mengatakan, "Bila kamu melakukan ini, kami akan menghadiahimu ini".
5. Tidak mengarahkan anak pada perilaku positif.
6. Membandingkan anak dengan orang lain.
7. Tidak memberikan kasih sayang yang cukup pada anak.
8. Tidak memperdulikan karakter masing-masing anak.
9. Menghina, meremehkan, dan membeda-bedakan dalam berinteraksi dengan anak.
10.Tidak adanya kesepakatan antara ayah dan ibu dalam menetapkan metode pendidikan bagi anak.
11.Tidak melibatkan anak dalam menetapkan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Kisah Lukman Al Hakim
Pada suatu hari Lukman masuk ke dalam pasar menaiki seekor keledai dengan anaknya mengikuti dari belakang. Melihat tingkah Lukman orang-orang pun berkata, “Lihat itu orang tua yang tidak tahu diri, ia naik sendiri sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki”.
Setelah mendengarkan pembicaraan orang-orang tersebut, maka Lukman pun turun dari keledai dan bergantian, anaknya yang menaiki keledai tersebut. Orang-orang yang melihatnya pun berkata, “Lihat orang tuanya berjalan kaki, sedangkan anaknya menaiki keledai itu, sungguh anak tidak beradab”.
Mendengar hal itu Lukman segera naik keledai dan duduk dibelakang anaknya. Menyaksikan hal itu orang-orang pun ramai berkata, “Sungguh kasihan dan tersiksanya keledai itu, bagaimana mungkin keledai sekecil itu dinaiki dua orang?”
Mendengar pembicaraan orang tersebut, Lukman dan anaknya segera turun dari keledai itu. Akhirnya mereka memutuskan berjalan kaki dan menuntun keledai tersebut. Melihat hal itu orang-orangpun kembali berkata, “Alangkah bodohnya orang ini. Mereka berjalan kaki dan keledainya tidak dinaiki”.
Akhirnya, sampailah Lukman dan anaknya kerumah. Lukman menasehati anaknya tentang sikap manusia yang telah mereka alami hari itu. “Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal, tiadalah ia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah SWT saja. Barangsiapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangan dalam setiap perbuatannya”.
Ungkapan bijak sebagai bahan perenungan dalam mendidik sang buah hati tercinta:
1. Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat.
2. Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi.
3. Bila sering diejek, ia belajar menjadi pemalu.
4. Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
5. Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar.
6. Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai.
7. Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil.
8. Bila anak merasa aman, ia belajar percaya.
9. Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya.
10.Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.
BERITA TERBARU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 comments:
Eh ada mba Awi lagi....mantaf tulisannya
Wah mba awi, anaknya dah gede2 yah
Subhanallah mba Awi, ana copas ya.. > Dinda, mutarabbi
Bu Awi apa kabar? Sukses ya buat kuliahnya. Alifah sudah besar ya. Salam sayangku buat Alifah ya..
Love much
Iin
Mba Awi, aku Helda, binaan mba di Budi Luhur dari Pesantren Darunnajah, Ulujami. Sukses terus ya mba Awi
Helda, Mataram
Posting Komentar