Aku dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam). Tetapi karena aku dibesarkan sebagai orang Kristen, maka aku harus mencari jalanku kembali menuju Islam. Aku dibesarkan dalam dunia barat yang sangat materialistis. Inilah zaman kita dewasa ini. Zaman yang kuanggap sangat baik jika dipandang dari itu semua.
Ketika itu aku menganggap bahwa zaman ini sangat hebat dan spektakuler dalam kehidupan kita di mka bumi ini. Sebab kita sudah bisa menjelajahi sampai ke bulan. Jadi demikianlah dunia ini disajikan kepadaku, sehingga aku yakin bahwa manusia hanya akan mencapai puncak peradaban jika ia hidup secara ilmiah dan memiliki harta dan kekayaan yang berlimpah.
Maka aku menjadikan hal ini sebagai tujuan hidup. Akan halnya agamaku Kristen, aku tak memahaminya. Aku memang menyukai kisah-kisah yang ada di dalamnya mengenai Isa Al Masih. Tetapi karena agama ini tidak sempurna, bukan dien yang sesungguhnya, maka aku tidak bahagia. Maka akupun cenderung mengambil jalan sains, teknologi dan materialisme.
Aku tidak termasuk orang yang pandai sehingga tidak mungkin menjadi ilmuwan. Tapi aku melihat ada cara yang mudah untuk menghasilkan uang, yaitu dengan menggubah musik. Saat itu banyak sekali grup-grup musik dan penyanyi-penyanyinya. Aku memutuskan inilah jalanku, aku akan menjadi orang kaya dan bahagia.
Maka jadilah aku orang terkaya dan terkenal. Namun bersamaan dengan itu datanglah persoalan yang lainnya. Sebab itu semua persis tampil sebagaimana sebuah pagelaran. Kalau Anda melihat pagelaran dan Anda pergi ke belakang panggung, Anda akan melihat keadaan sesungguhnya di sana. Kondisi compang-camping, berantakan dan ketidakteraturan lainnya. Suatu keadaan yang berbeda sekali.
Setelah aku berhasil mencapai karir puncak sebagai penyanyi, akupun menyadari ini bukanlah yang sebenarnya aku cari dan aku idam-idamkan dalam hidupku. Mulailah aku mencari kembali makna hidupku. Kebetulan aku terserang suatu penyakit. Alhamdulillah, aku jadi punya waktu untuk merenung dan berfikir.
Dan dalam perenunganku ada pertanyaan-pertanyaan penting yang sulit untuk mendapatkan jawabannya. Apa yang terjadi pada diriku setelah kematian? Apa sebenarnya tujuan hidup ini? Jika tujuannya materi, maka manusia sangat merugi. Perlombaan mengejar materi adalah perlombaan yang sia-sia.
”Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian.” (QS Al Ashr: 1-2). Maka mulailah aku menjajagi beberapa agama. Akan tetapi aku menjumpai pada dasarnya agama-agama yang aku pelajari bukanlah agama yang sesungguhnya. Semua itu hanya sejenis filsafat. Sesungguhnya hal yang jauh dari sempurna jika dibandingkan dengan apa yang kita kenal dengan Al Islam.
Maka akupun melanjutkan pencarian. Pada tahun 1975, kakakku David, pergi ke Yerusalem dengan kunjungan sebagai turis. Ia ingin melihat tempat Isa Al Masih dilahirkan dan berharap menemukan pengalaman spiritual. Akan tetapi ia tak menemukan pengalaman spiritual itu. Di sana ia menemukan gereja-gereja tanpa ruh, bahkan ia melihat sendiri adanya korupsi dan perpecahan dalam gereja-gereja itu. Ia juga kecewa melihat tingkah orang-orang Yahudi di sana.
Ketika ia menengadah dan melihat ada sebuah masjid, ia bertanya pada dirinya sendiri, ”Apakah agama ini?” Kita tidak tahu apapun tentang agama ini! Memang ada sedikit berita tentang Islam, tapi belum mencukupi. Maka masuklah dia ke masjid dan merasakan sebuah ketenangan, tentram dan damai. Ia merasa gembira sekali. Akan tetapi ia harus segera keluar, karena dia bukanlah seorang muslim.
Kembalilah dia ke London. Kebetulan di sana ada festival kebudayaan Islam dan pameran buku-buku Islam. Datanglah ia ke sana dan menyaksikan pameran itu dengan penuh takjub. Kemudian dia melihat Alquran. Ia berkata, “Ah, ini buku orang muslim”. Ia kemudian membeli Alquran itu dan kemudian menyimpannya. Alquran itu akhirnya dihadiahkan untukku, alhamdulillah.
Sewaktu aku membaca Alquran, aku sama sekali tak tahu apa itu Islam. Gambaran yang disajikan orang barat adalah sesuai yang disajikan pada mereka. Kebanyakan orang tidak peduli. Sebagian ada yang mengetahui tapi disembunyikan pada masyarakat. Pandanganku tentang Islam adalah seperti kebangsaaan. Tetapi ketika aku baca Alquran, pesannya ditujukan pada seluruh manusia, di situlah aku baru tersentak dan fitrah kemanusiaanku mulai bangkit.
Aku sudah banyak membaca buku, tapi belum pernah membaca sesuatu pun seperti Alquran. Sebab ucapannya sama sekali berbeda. Maka akupun mulai menyadari, dan dengan seksama perlahan-lahan mulai mempelajarinya. Buku ini bukan karangan manusia dan akupun mulai mengerti tentang peranan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT.
Demikianlah jalanku menemukan Islam. Setelah satu tahun atau lebih aku memeluk Islam, aku menyimpulkan bahwa hidup ini tak akan ada artinya kecuali jika kita mengikuti kebenaran. Dan kebenaran itu tidak lain adalah Islam (keselamatan). Setelah hatiku mulai terpanggil maka aku hanya ingin menjadi muslim. Dan pada tahun 1977 aku mengikrarkan diriku sebagai muslim dengan mengucap dua kalimat syahadat.
BULETIN YASMIN
Buletin Yasmin merupakan salah satu media penghubung antar muslimah yang ada di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Selain itu, juga sebagai sarana untuk menjalin ukhuwah dan sebagai media untuk berbagi ilmu pengetahuan, baik untuk para kader akhwat muslimah dan para ibu-ibu pengajian Forsitma (Forum Silaturrahmi Majelis Taklim) DPC PKS PesanggrahanPenasehat:
1. dr Sri Wahyuni MM
2. Zahrina Nurbaiti SSos, SSos.I, MM
Penanggung Jawab:
drg Retno Susilawati
Redaksi:
Handayani, Lia Sartika, Eni P, Musliha, Aswita, Ni’mah Lubis, Fitri, Nova, Rohani
0 comments:
Posting Komentar