Berita Terkini :

BERITA TERBARU

Bidadari Berparas Konsep Media (sebuah kajian komunikasi media massa)

Minggu, 08 Januari 2012

Oleh: Siti Rachma


Akrab di telinga sebagian besar masyarakat kalimat atau pepatah lama men sana in corpore sano yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Namun pepatah itu tak melulu menjadi benar. Karena belum tentu di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Karena bisa jadi tubuh yang kuat justru jiwanya lemah, bahkan sebaliknya.

Bagimana jika saya buat pelesetan, bahwa di dalam tubuh yang indah terdapat ruhani yang mempesona. Apakah Anda setuju?.

Oktober 2010, di kamar rawat inap 404 kelas III Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat saya di rawat selama satu bulan sepuluh hari. Ketika itu saya berdampingan dengan seorang wanita korban kecelakaan akibat ditabrak Bus Transjakarta. Kaki kirinya diamputasi dan kaki kanannya habis dikuliti untuk mendonor kaki kiri yang sudah di potong dokter. Yang lebih menyedihkan lagi wanita berusia 25 tahun tersebut harus kehilangan janin di dalam rahimnya yang sudah genap berusia 7 bulan. Sang bayi meninggal di dalam kandungan lantran terbentur trotoar jalanan ketika sang ibu di hantam kencang Transjakarta yang melintas.

Naas, memang. Ini bukan cerita fiktif, namun bukan itu yang ingin saya bahas. Mungkin sebagian dari kita, jika mengalami hal serupa akan mengalami depresi berat dan trauma berkepanjangan. Namun tidak dengan ibu muda ini. Ketika saya masuk untuk pertama kali ke ruang kamar inap tersebut, ia sudah menjalani 6 kali operasi dan tak ada raut wajah pesimis dan depresi berat. Ia tersenyum, menyapa bahkan berbincang akrab dengan saya sebagai anggota “grup band” baru di kamar nomor 404.

Awalnya saya tidak tahu apa yang terjadi dengan wanita muda ini, karena selimut putih abu-abu bermotif salur khas rumah sakit membalut tubuhnya. Hari-harinya di rumah sakit tetap di laluinya dengan ceria, walau terkadang ia menagis sesegukan bukan karena kondisinya yang cacat dan sakitnya luka yang ia derita atau karena kehilangan bayinya. Ia menangis karena belum bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Itu yang saya tahu.

Jadi masihkan kita berpandangan di balik tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Karena tidak mutlak di balik tubuh yang ringkih terdapat jiwa yang kerdil. Wanita penghuni kamar 404 yang menemani hari-hari saya di rumah sakit dengan berbagai polah tingkahnya yang lucu membuktikan betapa tubuhnya yang lemah jiwanya tetap terbang tinggi dan mengangkasa.

Secara lahiriah sudah barang tentu kecantikan tidak lagi ada di dalam fisiknya. Selain telah kehilangan kaki, sekujur tubuhnya pun penuh luka terhantam badan jalan. Namun apakah kecantikan batinnya pudar, atau kekuatan jiwa seorang wanita yang dengan gagah berani menerima segenap timbunan cobaan yang menerpanya dengan paripurna tanpa menyalahkan orang lain bahkan Tuhan yang telah memberikan voucher gratis cobaan tersebut.

Justru, di sela pemulihannya, ia habiskan dengan membaca buku, menambah nilai-nilai spiritual dan menguatkan diri untuk kembali ke alam sosial tempat ia bergulat melawan hari dengan kecantikan yang lebih “sempurna” dari sebelumnya.

Ya, sebagian dari kita sepakat bahwa nilai-nilai kecantikan ruhi tak kalah penting dan patut mendapat porsi yang baik pula. Namun, tanpa bermaksud menghakimi siapa pun rasanya konsep-konsep kecantikan dan pesona batiniah dan ruhiyah serta intelektualitas telah di kolonialisasi oleh wacana-wacana kecantikan fisik belaka.

Bagi wanita yang kini hidup dihantam terpaan media massa yang bertubi-tubi, ibarat Mike Tayson yang di tinju kanan-kiri oleh Evander Holyfield tanpa ampun. Namun wanita wajib tidak pasrah, kita harus melawan layaknya Mike Tyson mengigit telinga lawannya yang beringasan mengbormbardir tubuhnya. “Beng-beng!!!”.

Memang nampaknya menjadi biasa mengklasifikasikan kategori cantik dalam point-point yang tak terbantahkan bagi akal dan moral yang dangkal. Karena konsep cantik dalam benak wanita yang terlanjur tersibgah (tercelup) dalam nilai-nilai dan ide-ide yang didoktrin oleh media massa saat ini sangat berbeda jauh dengan apa yang telah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam ajarkan pada kita.

Bahwa menurut Baginda Sallallahu Alaihi Wasallam, nilai cantik wanita tak terbatas pada pesona jasadiah namun juga pesona ruhiyah dan jiwanya yang membuana dan mengangkasa.

Suatu ketika saya duduk di depan televisi dan menunggu sebuah acara talkshow yang cukup favorit rasanya bukan hanya bagi saya pribadi, mungkin bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih merindu obrolan-obrolan yang inspiratif dan mendidik. Bukan juga karena talkshow ini beredar di stasiun televisi berita yang pernah menjadi tempat kerja saya dulu.

Sambil menunggu jeda iklan program, saya coba mentekan tombol remote control ke stasiun televisi tetangga. Ketika layar kaca berubah gambar yang muncul adalah iklan sebuah mesin pompa air otomatis. Saya terpaksa memfokuskan mata pada iklan tersebu,t bukanlah kualitas dari mesin pompa air yang menarik fokus saya, pun saya tidak berminat membelinya. Namun, yang jadi menarik sekaligus ironis adalah objek utama iklan mesin pompa air otomatis tersebut adalah wanita yang dengan menggunakan pakaian tidur tipis yang bergeliat dan bergoyang ke kanan dan ke kiri dalam keadaan basah tersembur air yang di hasilkan dari mesin pompa air otomatis tersebut.

Tidakkah kita seharusnya resah, bahwa kita diposisikan sangat rendah dan sangat materialis. Tanpa perlu jeda yang lama, realitas media lain saya lihat di stasiun televisi tetangga lainnya. Bahwa nilai wanita hanya sebatas pada, rambut yang yang terurai panjang dan mengkilap seperti yang diasumsikan oleh sebuah iklan syampo wanita. Kecantikan wanita terkoptasi pada kulit mulus yang terbuka luas bak hamparan pantai, putih dan tak bernoda. Bahwa keberhargaan wanita cuma bisa ditelisik dari wajahnya yang mulus dan bebas dari jerawat bahkan noda-noda lainnya.

Maka absahlah, konsep dan nilai seorang wanita cantik dan mempesona yang kini diciptakan media dan terlancur meresap menjadi doktrin-doktrin sesat bagi kaum wanita saat ini adalah rambut panjang (kalah nenek lampir), wajah putih mulus (mayat kali) dan kulit putih mulus bersih tanpa noda.

Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban!” (QS Al Israa: 36)

Tak sadarkah kita, bahwa kaum wanita sudah menjadi komoditas, barang dagangan, etalase yang dijajari di depan toko-toko dagangan baik di pasar pinggiran hingga pasar kapitalisme besar. Wanita menjadi objek yang tak berdaya dan dijadikan sumber daya yang dapat dieksploitasi habis-habisan.

Lalu salah siapa kah wacana kecantikan yang telanjur diekspor tanpa batas di media massa. Salah wanita sebagai pelaku dan pengguna media yang belum cerdas dan cukup amunisi pengetahuan tengang fitrahnya sebagai seorang wanita?. Apakah salah pelaku media massa yang seharusnya sebagai agen perubahan, pilar ke-empat yang memiliki intelekualitas tinggi dapat mengawal masyarakat menjadi manusia yang beretik dan bermoral? Atau Salah pemerintah yang tak bijak meregulasi tayangan dan publikasi media dan terlalu manut dengan kepeningan kapitalis dan pemilik modal?. Rasanya tak elok jika kita saling menyalahkan pihak atau orang lain, ada baiknya kita bercermin dan mengoreksi diri.

Coba kita tengok karya Asy Syaikh Sa’id Al Afghani, editor kitab karya Az Zarasyi yang berisi 59 koreksi ‘Aisyah terhadap 23 orang sahabat tersebut termasuk ‘Umar, Ali, Ibnu Umar dan Ibnu Abas. Beliau mengkaji pribadi Aisyah ra. Istri Rosullulah Salallahu alaihiwasalam. Pada pribadi Aisyah terdapat pesona ruhiyah dan kecerdasan istimewa tak terbantahkan. Ia memiliki kecerdasan yang padat, apapun yang kita (muslimah) inginkan dari Aisyah ra. Insyaallah bisa kita dapatkan. Ilmunya luas seperti lautan yang luas pandangannya, tak terbatas pada satu bidang bukan hanya fikih namun hadist, tafsir, ilmu syaria’ah, adab, syair, khabar, silsilah, peninggalan-peninggalan berharga, kedokteran maupun sejarah. Dan Anda tahu Aisya ra. Menguasi itu semua saat usianya kurang dari 18 tahun. Subhanallah.

Mungkin Anda pernah mendengar sebuah komunitas bernama tripel X (X X X). Ini adalah sebuah komunitas yang anggotanya wajib memiliki syarat yang bagi saya cukup unik. Mereka harus wanita dan kudu memiliki berat badan diatas 90 kilogram. Mereka membuat komunitas ini bukan tanpa makna. Karena, setiap komunikasi di dalam hidup ini adalah sebuah pemaknaan (nomena dibalik fenomena). Pengikutnya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari eksekutif, pengusaha, mahasiswa dan beragam profesi lainnya. Prinsipnya, wanita-wanita berbadan tambun ini ingin mendobrak wacana dan doktrin yang terlanjur melekat dibenak masyarakat. Bahwa wanita dalam katergori cantik hanyalah mereka yang berbadan langsing dan tinggi semampai.

Mereka melakukan serangkai seminar dan kegiatan sosial yang tujuaannya untuk menujukan bahwa tidak melulu wanita yang berbadan gemuk tidak memiliki pesona dan kecantikan. Karena bagi mereka setidaknya, kecantikan itu bisa dilihat dari kecerdasan, intelekutalitas dan tak kalah pentingnya hati yang tanpa topeng dan make-up palsu.

Menjadi wajar, jika saat ini Indonesia menjadi sasaran empuk bagi produsen-produsen produk kecantikan karena media telah menjadi sarana pencitraan yang begitu luar biasa dan bombastisnya sehingga niai-nilai intelektualisas dan ruhi dari sisi yang semestinya menjadi pesona yang paling abadi dari seorang wanita menjadi dipatahkan oleh sisi-sisi sempitnya nilai-nilai moralitas.

Bahkan grup perusahaan kosmetik dunia L'Oreal berencana membangun pabrik dengan investasi Rp 900 miliar di Tanah Air. Indonesia akan menjadi kantong pasar besar di Asia bagi perdagangan kosmetik apalagi setelah perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina menyebabkan bea masuk menjadi nol persen. Ditambah harmonisasi aturan ASEAN sehingga impor kosmetik tak perlu lagi mendapat izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan. Luar biasa!

Wanita rela mengumbar rambut indahnya, mereka dengan gratis mengumbar kulit-kulit mulusnya dan memperlihatkan wajah cantiknya kepada lelaki-lekai yang hatinya berpenyakit. Semoga laki-laki yang masih menyimpan sisi ruhi yang baik serta akhlak yang bersih masih menjaga mata dan hatinya dari segenap hasil kerja keras dan sudah fasih sukses dari pola dan konsep yang media massa bentuk untuk saudari-saudari Anda.

Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang bisa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya...” (QS An Nuur: 32)

Bahkan belakangan ini beramai-ramai wanita mencintai celana hotpants yang panjangnya tak lebih dari sepuluh atau limabelas centimeter dari punggul hanya untuk menampakan betapa mulusnya kulit mereka. Astagfirullah!!! apa namanya jika intelekutalitas media massa yang kebablasan membuat manusia menjadi manusia yang jauh dari nilai-nilai dan perabadan Islam yang memelihara wanita sebagai makhluk yang suci.

Dan apakah tak menjadi jelas bahwa terpaan-terpaan media massa tersebut adalah pengabsahan dari perkataan mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Paul wol Fowitz “this is battle or ideas and a battle for mind” (yang terjadi adalah perang ide dan perang untuk menaklukan pikiran).

Cultural imperialism theory oleh Herb Schiller (1973). Herb mengatakan, bahwa bangsa Barat mendominasi media di hampir semua bagian di dunia ini sehingga pada gilirannya mempunyai kekuatan pengaruh yang sangat kuat terhadap budaya dunia ketiga (negara-negara yang belum dan yang sedang berkembang). Caranya adalah dengan mengganggu dan menetapkan pandangan-pandangan mereka atas kondisi budaya lokal sehingga budaya lokal semakin rusak.

Media, khususnya media massa seperti film, surat kabar, web dan situs-situs informasi dari internet, komik, dan juga novel dan sejumlah media massa lainnya, umumnya diproduksi secara besar-besaran oleh orang Barat, karena mereka mempunyai modal untuk melakukannya. Dilihat dari harganya pun relatif lebih murah dibandingkan dengan media lokal, karena yang terakhir ini kekurangan modal pendukungnya.

Akibatnya, karena setiap hari dan setiap saat penduduk dunia ketiga tadi menonton dan membaca hasil dan pandangan-pandangan budaya yang dilahirkan oleh budaya barat, maka akibatnya mereka pun terpengaruh. Pengaruh lebih jauh dari adanya terpaan informasi yang terus menerus dari berbagai media massa seperti ini, maka secara langsung ataupun tidak langsung masyarakat dunia ketiga ‘membenarkan’ atau mengadopsi pandangan dan perilaku budaya barat. Dan yang lebih parah lagi, budaya lokal menjadi semakin terpinggirkan, rusak, atau mungkin suatu saat akan hilang sama sekali.

Tanpa bermaksud menjadikan wanita sebagai yang tertindas, maka sudah menjadi kewajiban bagi saya setidaknya untuk menjadikan wanita minimal orang-orang terdekat tidak lagi seperti gadis dalam pingintan yang tak dapat berontak ketika mendapatkan kekerasan moral dan nilai-nilai anomali tentang konsep kecantikan. Karena menampilkan wanita hanya sebagai sosok syahawati yang dapat dinikmati secara gratis mungkin (saya berhusnuzon dan berlindung kepada Allah ta’ala) karena ketidak tahuan mereka atas apa yang mereka pahami dan mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

*) Siti Rachma, tinggal di Ulujami, Pesanggrahan


:: Redaksi PKS Pesanggrahan menerima tulisan/artikel/cerpen, dengan mencanyumkan nama dan foto (pribadi, keluarga, ilustrasi)

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 

© Copyright PKS Pesanggrahan 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.