Oleh Zahrina Nurbaiti
Tak jarang terjadi seorang isteri yang mengetahui suaminya tengah “bermain api” memilih diam dan pasrah terhadap nasib. Bukan karena mereka bodoh atau lemah. Tetapi lebih karena belitan mitos menghalangi pikiran jernih mereka.
Waspadai kehadiran mitos-mitos ini, karena salah-salah menempatkan justru bisa memperburuk keadaan. Mitos-mitos tersebut sebagai berikut :
1. MITOS PERTAMA. Suami saya sedang puber kedua. Istilah puber kedua tak pernah ada dalam khazanah psikologi apalagi khazanah Islam. Istilah ini berkembang di masyarakat sebagai sebuah justifikasi (pembenaran) bagi perilaku salah dalam berhubungan. Sama seperti pacaran dalam masa remaja yang tidak punya dasar nilai sama sekali.
Islam secara jelas telah telah mengatur tata cara hubungan antara pria dan wanita dan itu berlaku umum dan universal. Baik bagi mereka yang masih sendirian (single) maupun bagi mereka yang telah menikah.
2. MITOS KEDUA. Laki-laki tidak cukup dengan satu wanita saja. Penciptaan laki-laki dan wanita memang tidak sama dengan wanita. Secara naluri, laki-laki memiliki dorongan syahwat lebih besar dari wanita, dan keinginan ini pun berbeda-beda pada setiap laki-laki. Ada yang berada pada level biasa-biasa saja, dan ada pula yang berada pada level tinggi.
Namun semua terpulang kembali pada aspek qonaah. Bila nafsu dituruti, ia akan terus menuntut. Bila kita katakan cukup maka sebenarnya kebutuhan itu terpenuhi. Jadi masalahnya bukan terletak pada cukup atau tidak cukup semata, melainkan pada apa makna sebuah pernikahan dilangsungkan.
3. MITOS KETIGA. Sepanjang bukan urusan seks sih tidak apa-apa. Yang penting suami masih pulang ke rumah. Ini adalah sebuah pandangan yang salah besar. Pelanggaran berat itu biasa dimulai dari hal-hal kecil. Dan sekecil apapun pelanggaran tetap merupakan dosa.
Itulah sebabnya Islam mengingatkan manusia untuk tidak berkhalwat, menjaga pandangan, menutup aurat dan tidak mendekati zina. Membiarkan seseorang suami ’berpacaran’ dengan wanita lain sama artinya dengan membiarkan suami dan diri sendiri terjerumus ke dalam api neraka.
4. MITOS KEEMPAT. Laki-laki boleh beristeri lebih dari satu, maka wajar saja bila ia melirik perempuan lain. Persoalannya bukan terletak pada berapa banyak (diperbolehkannya) isterinya. Tetapi bagaimana proses seorang laki-laki mendapatkan isterinya. Pernikahan adalah sebuah ikatan kuat antara seorang laki-laki dan perempuan atas nama Allah. Landasan utamanya tetap berupa ’tazkiyatunnafs’ dalam rangka ibadah lillahi ta’ala.
Bila seorang laki-laki bisa menjaga hati dan perilakunya dalam kerangka Islam pada proses pernikahan pertamanya, maka dia pun wajib menjaga hati dan perilakunya dalam kerangka Islam dalam proses pernikahan-pernikahan selanjutnya.
5. MITOS KELIMA. Bila service kurang, suami melayang. Tidak mesti begitu. Pernikahan adalah sebuah pertalian antara dua insan yang memiliki hak dan kewajiban yang berbeda namun setara. Di dalamnya terdapat unsur saling memberi dan menerima (take and give) yang sangat kuat. Seorang suami berhak mendapatkan pelayanan dan perilaku terbaik dari isterinya, sementara sang isteri pun berhak atas kondisi-kondisi dan perilaku yang memungkinkannya untuk memberi pelayanan terbaik itu.
Kesadaran kedua pihak akan adanya hak dan kewajiban dalam pernikahannya yang harus dipenuhi adalah titik awal upaya menuju pernikahan yang harmonis, sakinah, mawaddah warrahmah. Amin ya rabbal ’alamiin.
:: Ditulis ulang dari Majalah Ummi, edisi bulan Oktober 2001
BERITA TERBARU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar