Berita Terkini :

BERITA TERBARU

Nasehat Diam Yang Terbaik.

Kamis, 07 Juni 2012


“Aku menumpang pada satu tempat bernama RAGA,
Aku hilir mudik, kesana-kemari dengannya.
Ia tak pernah marah, kecewa bahakan melaknatku dengan makian
Saat aku membawanya pada kesesatan, mengajaknya akrab dengan kehinaan.”

“Suatu hari tempat ini mungkin ya, mungkin juga tidak
Akan menjalani fase kerentaannya.
Ia mulai menjadi bagian dari hukum sebab dan akibat
Yang telah ku buat.
Ia menjadi dampak kopi hitam yang ku muntahkan tiap pagi
Ia akan menjadi akibat dari asap knalpot pagi dan sore
Ia juga akan menjadi akibat dari nilai positif yg mungkin
Sempat ku titipkan padanya...”

“Mungkin Juga, ia tak sempat menjadi kendaraanku hingga nanti.
Mungkin juga di waktu yang tak lama lagi
Ia akan melepaskan jiwa dari dirinya.
Entah untuk kembali ke tempat yang mana Surga atau Neraka.”

“Namun yang Jelas, Tempat ku yang bernama RAGA
Akan mengalami fase yang paling pasti,
Yaitu....KEMATIAN!
Aku ingin ia menjadi kendaraan yang membawaku
Ke tempat di mana pejuang-pejuang Allah beristirahat untuk ABADI”

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."

Suatu pagi sambil mengendari sepeda motor, terbesit frasa-frasa tentang kematian. Sejenak kemudian terfikir tiga frasa yang pasti terjadi dalam kehidupan ini, yang pertama adalah kelahiran, yang kedua adalah pernikahan (ehemmm, ayo siapa yang belum mencicipi tahapan ini?) yang ketiga adalah fase kematian.

Lewat kalimat yang Indah dan penuh pesona, Sang Maha Perkasa namun Penyayang memfrasakan kematian adalah sesuatu yang menyakitkan bagi orang-orang yang merugi. Sebagaimana Ia menguraikannya dengan sempurna dan menekan dalam Surat Al-An’am ayat 93.
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”

Frasa indah itu dibenarkan juga oleh kekasih-Nya. Dalam bahasa yang sahih, “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi). Dan dibenarkan berlapis oleh kalimat indah lainnya, “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari).

Ini tentang Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma.  Putra dari sahabat Rosulullah yang luar biasa, Umar Bin Khattab  yang pada usia 13 tahun Abdullah Bin Ummar yang memiliki panggilan Ibnu Umar ingin  sekali menyertai ayahnya dalam Perang Badar, namun Rasulullah menolaknya. Putra Umar yang pemberani ini berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menyentuh pundakku lalu berkata,’jadikanlah dirimu di dunia laksana orang asing atau yang sedang mengembara (Abirus Sabil). (HR. Al Bukhari)

Bahwa pesan itu membawa saya khususnya pada rasa yang sama ketika membacanya, seakan-akan hempasan dari angin yang menyatukan tangan lembut Rosulullah Saw. Ke pundah Ibnu Umar membasuh kesadaran pori-pori ku. Bahwa, dunia ini adalah laksana medan juang dan kita berjuang untuk tetap merasa asing. Tetap merasa seperti pengembara sibuk mencari, sibuk melakukan perbaikan. Subhanallah mungkin Anda tahu bagaimana sulitnya merasa asing di dunia ini, menjadi berbeda diantara kesetaraan banyak orang, menjadi teralienasi ditengah kesalahan yang wajar...huff (lebay, kalo kata anak jaman sekarang).

Mungkin bagi kebanyakan kita mendengar kata Kematian adalah sesuatu yang mengerikan, ya... memang begitulah keadaannya. Kita dibawa pada posisi ketidaksiapan, kecuali kita yang mempersiapkan. Kita berada dibawah langit yang tak lepas dari busur-busur yang telah siap berlari cepat menembus peristiwa-peristiwa dalam hidup kita untuk menyudahinya dan memposisikan kita secara paksa mengakhiri lembaran kisah hidup dan masuk dalam fase bernama KEABADIAN.

mungkin juga yang paling ringan bagi kita adalah, menjalani saja, santai saja, berbuat apa saja. Namun, jika Allah mengeraskan hati, membuat kita semakin lalai dan masuk dalam kubang kelalaian pangkat dua. Hingga hari-kehari tulang-tulang kita rapuh dan juga mengiringi dengan kebungkukan pangkat dua. Tak lain, yang akan keluar dari bibir adalah penyesalan.
Disiang yang mulai menghujamkan panasnya, frasa kematian ini terus berkecamuk, seiring dengan ritual-ritual dunia yang masih akrab dengan tubuh ini. Tapi apakah jika kita bersujud sepanjang waktu, menangis dan tersungkur taubat, busur kematian akan terhenti barang sedetik? jawabnya tentu tidak. 

Namun, itulah istimewanya seorang muslim. Tak ada fase dalam hidup yang tak mendapatkan ganjaran. Maka yang pasti itulah perbekalan menuju alam akhirat yang akan kita menjadi persembahan terindah ketika berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla.

Anda, Saya, dan siapapun bukanlah orang yang paling tahu mengenai kematian. Karena ia adalah misteri dan tak akan pasti kapan tibanya, maka, berbahagialah!. Karena Kematian adalah nasehat yang diam, maka berbahagialah!. Allah SWT. Menyiapkan ruang bagi kita untuk mengukir manfaat bagi siap mahluk yang terpapar dengan kita dan itu adalah bekal.

Allah SWT. Memberikan ruang bagi kita untuk berada diketidaktahuan tentang kapan ajal itu datang agar terhujam dengan deras rasa khawatir dan takut bahwa ia pasti datang agar kita tak lepas dari rasa pengawasan yang dalam. 

Dan yang paling pasti bahwa ia adalah kepastian. Maka bersiap siagalah. Seperti terangkum dalam kalimat paling sempurna di seluruh dunia dan zaman yang ada di surat Ali Imron ayat  185. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (rachma)
Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 

© Copyright PKS Pesanggrahan 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.