“Aku menumpang pada satu tempat
bernama RAGA,
Aku hilir mudik, kesana-kemari
dengannya.
Ia tak pernah marah, kecewa bahakan
melaknatku dengan makian
Saat aku membawanya pada kesesatan,
mengajaknya akrab dengan kehinaan.”
“Suatu hari tempat ini mungkin ya,
mungkin juga tidak
Akan menjalani fase kerentaannya.
Ia mulai menjadi bagian dari hukum
sebab dan akibat
Yang telah ku buat.
Ia menjadi dampak kopi hitam yang ku
muntahkan tiap pagi
Ia akan menjadi akibat dari asap knalpot
pagi dan sore
Ia juga akan menjadi akibat dari nilai
positif yg mungkin
Sempat ku titipkan padanya...”
“Mungkin Juga, ia tak sempat menjadi
kendaraanku hingga nanti.
Mungkin juga di waktu yang tak lama
lagi
Ia akan melepaskan jiwa dari dirinya.
Entah untuk kembali ke tempat yang
mana Surga atau Neraka.”
“Namun yang Jelas, Tempat ku yang
bernama RAGA
Akan mengalami fase yang paling pasti,
Yaitu....KEMATIAN!
Aku ingin ia menjadi kendaraan yang
membawaku
Ke tempat di mana pejuang-pejuang
Allah beristirahat untuk ABADI”
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari
daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Suatu pagi sambil mengendari sepeda motor, terbesit
frasa-frasa tentang kematian. Sejenak kemudian terfikir tiga frasa yang pasti
terjadi dalam kehidupan ini, yang pertama adalah kelahiran, yang kedua adalah
pernikahan (ehemmm, ayo siapa yang belum mencicipi tahapan ini?) yang ketiga
adalah fase kematian.
Lewat kalimat yang Indah dan penuh pesona, Sang Maha
Perkasa namun Penyayang memfrasakan kematian adalah sesuatu yang menyakitkan
bagi orang-orang yang merugi. Sebagaimana Ia menguraikannya dengan sempurna dan
menekan dalam Surat Al-An’am ayat 93.
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu
orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para
malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di
hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu
selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu
selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
Frasa indah itu dibenarkan juga oleh kekasih-Nya. Dalam
bahasa yang sahih, “Sakaratul maut itu
sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi). Dan dibenarkan
berlapis oleh kalimat indah lainnya, “Kematian
yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar
kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta
bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari).
Ini tentang Abdullah
bin Umar Radhiallahu Anhuma. Putra dari
sahabat Rosulullah yang luar biasa, Umar Bin Khattab yang pada usia 13 tahun Abdullah Bin Ummar yang memiliki panggilan
Ibnu Umar ingin sekali menyertai ayahnya
dalam Perang Badar, namun Rasulullah
menolaknya. Putra Umar yang pemberani ini berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
pernah menyentuh pundakku lalu berkata,’jadikanlah dirimu di dunia laksana
orang asing atau yang sedang mengembara (Abirus Sabil). (HR. Al Bukhari)
Bahwa pesan itu membawa saya khususnya
pada rasa yang sama ketika membacanya, seakan-akan hempasan dari angin yang
menyatukan tangan lembut Rosulullah Saw. Ke pundah Ibnu Umar membasuh kesadaran
pori-pori ku. Bahwa, dunia ini adalah laksana medan juang dan kita berjuang
untuk tetap merasa asing. Tetap merasa seperti pengembara sibuk mencari, sibuk
melakukan perbaikan. Subhanallah mungkin Anda tahu bagaimana sulitnya merasa
asing di dunia ini, menjadi berbeda diantara kesetaraan banyak orang, menjadi
teralienasi ditengah kesalahan yang wajar...huff (lebay, kalo kata anak jaman
sekarang).
Mungkin bagi kebanyakan kita mendengar
kata Kematian adalah sesuatu yang mengerikan, ya... memang begitulah
keadaannya. Kita dibawa pada posisi ketidaksiapan, kecuali kita yang
mempersiapkan. Kita berada dibawah langit yang tak lepas dari busur-busur yang
telah siap berlari cepat menembus peristiwa-peristiwa dalam hidup kita untuk
menyudahinya dan memposisikan kita secara paksa mengakhiri lembaran kisah hidup
dan masuk dalam fase bernama KEABADIAN.
mungkin juga yang paling ringan bagi kita adalah, menjalani saja, santai saja, berbuat apa saja. Namun, jika Allah mengeraskan hati, membuat kita semakin lalai dan masuk dalam kubang kelalaian pangkat dua. Hingga hari-kehari tulang-tulang kita rapuh dan juga mengiringi dengan kebungkukan pangkat dua. Tak lain, yang akan keluar dari bibir adalah penyesalan.
Disiang
yang mulai menghujamkan panasnya, frasa kematian ini terus berkecamuk, seiring
dengan ritual-ritual dunia yang masih akrab dengan tubuh ini. Tapi apakah jika
kita bersujud sepanjang waktu, menangis dan tersungkur taubat, busur kematian
akan terhenti barang sedetik? jawabnya tentu tidak.
Namun, itulah istimewanya
seorang muslim. Tak ada fase dalam hidup yang tak mendapatkan ganjaran. Maka yang
pasti itulah perbekalan menuju alam akhirat yang akan kita menjadi persembahan
terindah ketika berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla.
Anda,
Saya, dan siapapun bukanlah orang yang paling tahu mengenai kematian. Karena ia
adalah misteri dan tak akan pasti kapan tibanya, maka, berbahagialah!. Karena Kematian
adalah nasehat yang diam, maka berbahagialah!. Allah SWT. Menyiapkan ruang bagi
kita untuk mengukir manfaat bagi siap mahluk yang terpapar dengan kita dan itu
adalah bekal.
Allah
SWT. Memberikan ruang bagi kita untuk berada diketidaktahuan tentang kapan ajal
itu datang agar terhujam dengan deras rasa khawatir dan takut bahwa ia pasti
datang agar kita tak lepas dari rasa pengawasan yang dalam.
Dan
yang paling pasti bahwa ia adalah kepastian. Maka bersiap siagalah. Seperti terangkum
dalam kalimat paling sempurna di seluruh dunia dan zaman yang ada di surat Ali
Imron ayat 185. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu
tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (rachma)
0 comments:
Posting Komentar