Oleh Zahrina Nurbaiti
Murabbi adalah seorang dai yang membina mad’u (mutarabbi) dalam sebuah pembinaan (halaqah). Ia bertindak sebagai qiyadah (pemimpin), ustadz (guru), walid (orang tua) dan shahabah (sahabat) bagi binaannya.
Peran multifungsi itu menyebabkan seorang murobbi perlu memiliki berbagai keterampilan antara lain keterampilan memimpin, mengajar, membimbing dan bergaul. Biasanya, keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman sebagai seorang murabbi.
Siapa pun yang telah memilih jalan dakwah ini sebagai jalan hidupnya, tentu akan merasakan begitu indah dan manisnya menjadi seorang murabbi. Suatu kebahagiaan batin yang kita peroleh, manakala kita mampu menjalankan fungsi-fungsi murabbi di atas secara baik.
Apalagi ketika kita melihat binaan (mutarabbi) menjadi pribadi yang kaffah, membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah dengan seorang ikhwan yang shaleh. Subhanallah, benar-benar kebahagiaan batin yang tidak bisa dihargai dengan materi berapa pun. Lalu bagaimanakah kiat-kiat untuk menjadi seorang murabbi yang sukses, berikut tips-tips yang bisa dilakukan yaitu:
Pertama, memiliki uswah dan qudwah. Makna uswah dan qudwah di sini adalah keteladanan, bahwa pribadi seorang murobbi dengan segala prilakunya harus mencerminkan gambaran operasional yang jelas dan benar tentang sesuatu yang di dakwahkannya dan apa yang ingin dipahamkan kepada mad’unya.
Perilaku dan perbuatannya lebih mendahului perkataannya. Akhlak atau perilaku murabbi yang sejalan dengan apa yang di dakwahkannya akan membangun tsiqah (kepercayaan) para mutarabbi pada isi dakwahnya. Sebaliknya gagal menjadi uswah atas apa yang di dakwahkannya akan menghilangkan kepercayaan binaan kepada murabbinya.
Kedua, sabar dan ihtisab (mengharap pahala dari Allah SWT). Sabar adalah pakaian yang melekat pada diri seorang dai. Sabar bukanlah sikap yang menyerah atau apatis. Sabar adalah tetap istiqomah di jalan dakwah betapapun kesulitan yang dihadapi. Sabar hanya dapat dilakukan jika dilandasi oleh ihtisab. Dan kesabaran itu sendiri merupakan karunia dari Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang pilihan.
Ketiga, pptimis dan tsiqah kepada Allah SWT. Seorang murabbi tidak boleh merasa kehilangan harapan untuk memperbaiki keadaan mad’unya dengan mengharapkan pertolongan Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang tahu dengan pasti kepada siapa Allah SWT akan memberikan hidayah, sebab hidayah akan diberikan Allah SWT kepada orang yang menjaga kebersihan hatinya dan hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati setiap hamba-NYA. Optimis dan tsiqoh lepada Allah SWT mendorong murabbi agar tetap bergerak untuk terus melakukan proses pentarbiyahan yang sangat panjang.
Keeempat, penuh perhitungan dan tidak tergesa-gesa atau isti’jal. Seorang murabbi harus sangat berhati-hati mengukur kadar pemahaman dan ketsiqohan binaan pada manhaj Islam agar dapat membangun pola interaksi yang paling dapat menumbuhkan keyakinan binaannya terhadap kebenaran Islam dan manhaj dakwah.
Terburu-buru memaksa binaan memasuki marhalah (tahap) dakwah yang sulit dapat justru menyebabkannya meninggalkan halaqah. Keberhasilan proses pembinaan tidak diukur dari banyaknya binaan. Menghasilkan binaan yang sedikit tapi tangguh dan sabar menghadapi ujian adalah lebih baik daripada membina banyak orang secara seadanya. Seandainya dalam setahun seorang murabbi hanya bisa menghasilkan satu orang ikhwah saja dalam sebuah proyek satu ikhwah yang terencana, tentu akan lebih baik daripada membina puluhan orang secara tidak istimroriyah (berkesinambungan).
Kelima, bijak dan lemah lembut. Murabbi harus bijak dan lemah lembut, tidak menunjukkan watak yang keras dan kasar, menyampaikan tausiyah tanpa menghakimi, memperbaiki tanpa mencela dan menciptakan kondisi halaqoh dengan suasana yang penuh ukhuwwah. Murobbi harus lebih banyak menumbuhkan optimisme dengan memberi berita gembira daripada menciptakan ketakutan menggunakan ayat-ayat yang berisi ancaman. Halaqah adalah ajang untuk berdzikir, saling tausiyah, tadabbur ilmi dan membangun ukhuwwah di antara para anggota halaqah.
Keenam, menjadikan dakwah sebagai kesibukan utama. Apabila jiwa seorang dai telah dipenuhi oleh khauf (takut) dan roja’ (harap) hanya kepada Allah SWT dan mengharapkan keridhaan dan ampunan Allah lebih daripada apapun, maka dakwah akan menjadi aktivitas yang menyatu dengan dirinya. Ia tidak berdiri, duduk dan bergerak atau berhenti, berbicara atau diam kecuali dalam rangka dakwah.
Semoga kita semua bisa menjadi murobbi yang sukses, yang menjadikan dakwah sebagai kesibukan utama, sehingga kebahagiaan batin dapat kita temukan dalam taman halaqoh yang indah ini. Aamiin ya robbal ‘alamiin
Sumber inspirasi: Majalah halaqah
BERITA TERBARU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar