Berita Terkini :

BERITA TERBARU

Introspeksi Diri Menuju Perubahan

Rabu, 28 Desember 2011

Oleh: Pramana Asmadiredja


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr: 18)

Pergantian tahun 1432 Hijriyah kepada tahun 1433 Hijriyah, adalah isyarat agar setiap muslim dapat menganalisis dan mengenal diri, dengan pencapaian dalam bentuk amal kebaikan atau kegiatan lain yang dilaksanakan sepanjang tahun lalu, menuju kejalan kebaikan.

Sayyidina Umar Ibnu Al-Khatab ra pernah berpesan, “Hitunglah dirimu sebelum amalmu diperhitungkan kelak (hari akhirat)”. Marilah tahun baru hijriah 1433 Hijriyah yang telah dilalui selama sebulan ini kita lakukan dengan penuh kesyukuran dan kebersamaan. Buka lembaran baru, kita jadikan tahun lalu sebagai pengalaman kita, sementara tahun ini membawa harapan tinggi menggunung.

Perubahan dalam Islam adalah sebuah tuntutan. Bertambah hari, kondisi seseorang harus bertambah baik, bukan sebaliknya. Dalam kaca mata Islam, hijrah menuju keadaan lebih baik mutlak dilakukan oleh setiap Muslim. Meskipun mudah diucapkan, hijrah dalam terminologi ini memerlukan perjuangan. Untuk itu, resepnya cukup sederhana, yaitu introspeksi diri. Mulailah dengan mengevaluasi hal-hal kecil yang kita lakukan tiap hari.

Hijrah merupakan pergantian tahun di dalam Islam. Hijrah juga dapat diartikan sebuah perpindahan dari satu tempat atau kondisi ke tempat dan kondisi lain. Namun, perpindahan hijrah yang dimaksud dalam Islam adalah perpindahan dari sesuatu yang kurang bagus menjadi bagus. Dengan kata lain, hijrah di sini dapat diartikan sebagai perubahan pada seseorang, dari yang berakhlak kurang baik menjadi lebih baik. Bagi seorang Muslim, perubahan itu merupakan sebuah tuntutan. Akan sia-sia bila seseorang tidak mengalami perubahan dalam kehidupannya.

Dengan hijrah, seseorang akan diantarkan pada jalan yang diridhai Allah SWT. Artinya, bila seseorang menjalankan hijrah, maka akan selalu dilindungi oleh kekuasaan Allah SWT. Asalkan, dalam hijrah tersebut kita dibekali oleh keimanan. Rasulullah pun hijrah dari Mekkah ke Madinah tidak berbekal apa-apa selain akidah dan keimanan.

Oleh karena itu, Rasul kerap mendapat wahyu dari Allah SWT saat menjalankan hijrah. Dari peristiwa itu, terdapat pesan bila kita harus menjadi umat yang semakin membaik. Hijrah terbagi menjadi dua, yaitu jasmaniah (fisik) dan spiritual. Pertama, kali harus hijrah, yakni pribadi kita. Misalnya pada diri kita, pernahkah kita mengevaluasi kualitas shalat dan amal perbuatan kita sehari-harinya? Siapa tahu ibadah kita bukannya semakin baik, tetapi justru semakin buruk atau sama dengan tahun lalu. Celakalah bila umat mengalami perubahan dari yang baik menjadi buruk.

Kedua, adalah hijrah spiritual. Evaluasilah hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari. Mulai dari salat, puasa, zakat, serta ibadah lainnya. Dengan cara mengevaluasi spritual, maka kita akan mengetahui kelemahan yang ada pada diri kita. Kalau kita tidak pernah mengevaluasi, maka kita akan buta dengan kesalahan yang kita lakukan setiap hari. Hijrah pula yang menuntut kita untuk berintrospeksi diri, atau dengan kata lain tafakur. Makna dan urgensi hijrah harus terus digaungkan kepada masyarakat, khususnya umat Islam.

Kehadiran para ulama dan da’i dalam suatu acara, jangan hanya dijadikan kegiatan seremonial saja. Melainkan harus dijadikan peluang untuk menyentuh spiritual umat. Karena memang bila umat ini dibiarkan, khawatir terjerumus pada perilaku dan budaya yang tidak Islami. Namun demikian, biarkan saja kegiatan tausyiah yang ada selama ini, terus berkembang. Mungkin ke depannya, peran ulama dan para da’i akan mampu membukakan pintu hati umat tentang pentingnya hijrah.

Tidak mudah memang untuk kita berhijrah. Cobaan yang terlihat baik disengaja atau tidak, sudah banyak. Mau tidak mau, bila keimanan kita lemah, maka akan tergoda oleh godaan setan. Salah satu bukti, masih adanya praktik maksiat di Tanah Air ini. Tidak tanggung-tanggung, praktik itu merambah kaum muda hingga tua.

Kita tidak bisa cuci tangan begitu saja ketika melihat perbuatan yang melanggar norma agama. Secara pribadi, para ulama, da’i dan pemerintah turut bertanggung-jawab atas kondisi yang terjadi selama ini. Terkadang kita lemah dalam menguatkan iman generasi muda. Padahal, generasi muda itu yang akan melanjutkan perjuangan dakwah dan bangsa ini.

Untuk itu, marilah kita tanamkan akidah pada generasi muda kita. Sedikitnya, sebagai umat Islam wajib mengingatkan orang agar tidak berbuat yang dilarang agama. Tentunya kita juga akan berdosa bila membiarkan begitu saja adanya praktik maksiat di dekat kita.

Kehadiran tahun baru 1433 Hijriyah ini, hendaklah wujud kesadaran peningkatan diri, setiap pribadi muslim sama dalam hubungannya kepada Allah SWT atau sesama manusia. Kini Islam tidak lagi menuntut umatnya supaya berhijrah dari segi geografi, tetapi apa yang dituntut adalah hijrah yang hakiki, yaitu dalam bentuk peningkatan amal, perubahan sikap, mutu kerja, akhlak mulia dan kepedulian terhadap sesama. Wallahu’alam. (pkspesanggrahan)



:: Redaksi PKS Pesanggrahan menerima tulisan/artikel/cerpen, dengan mencanyumkan nama dan foto (pribadi, keluarga, ilustrasi)

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

 

© Copyright PKS Pesanggrahan 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.