Oleh: Tarwiyah
Dimasa awal kehidupan anak bersama ibunya, sangat berpengaruh terhadap pembentukan watak, juga kepribadian anak. Masa ini juga membentuk sikap orangtua, terutama ibu, terhadap anak. Tetapi sesungguhnya, sikap yang terbentuk pada masa ini lebih banyak bergantung pada orientasi orangtua terhadap anak maupun nilai-nilai dasar, khususnya agama.
Proses interaksi pada masa menyusui adalah peneguhan atau penguatan atas kesadarannya terhadap nilai-nilai dan cita-citanya tentang anak. Menurut Dr Joy Osofsky (1989) mengatakan bahwa cara berkomunikasi ibu dengan anak, akan menimbulkan bekas yang nyata pada diri anak.
Pola interaksi ibu dan bayi (anak-anak) yang serba terburu-buru membekaskan pola komunikasi yang terburu-buru pula pada anak. Anak menjadi suka memotong memotong pembicaraan dan tidak sabar menunggu saat bicara. Ini dikarenakan pola interaksi ibu dengan anak secara selektif akan terekam dalam ingatan anak. (Antar Venus Khadiz)
Sikap tenang atau rewel, lembut atau kasar, banyak bersumber dari cara orang tua memperlakukan anaknya melalui komunikasi pra-simbolik. Masalah-masalah yang dihadapi anak maupun yang dimunculkan oleh perilaku anak, semakin berkembang. Pada masa remaja, bentuknya sudah mulai berubah ke arah pertanyaan-pertanyaan mendasar berkait dengan makna hidup, tujuan hidup sekaligus kesanggupan untuk memenuhi makna hidup.
Orangtua hendaknya menahan diri untuk tidak bersikap galak terhadap anaknya. Orangtua jangan memforsir anak untuk melakukan tugas-tugas, sekalipun baik. Sementara, ketika anak melakukan kesalahan, apalagi jika belum jelas sebagai kesalahan, insya Allah akan lebih baik kalau ibunya menahan diri dari memarahi anak. Membentak-bentak anak hanya melatihnya untuk kebal, sehingga ia tidak tanggap lagi kalau ia mendapat teguran yang halus.
Jika kemarahan ternyata memenuhi dada, jangan gerakkan tangan anda untuk mengambil sebilah penggaris untuk menakut-nakuti anak. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi ketika anda sedang mengacung-acungkan penggaris yang kaku ke muka anak.
Jika anda sedang jengkel dan memarahi anak karena “kesalahannya”, sadarilah untuk tidak mengacung-acungkan jari telunjuk ke depan hidung anak. Kekerasan dan wajah seram orangtua, akan melahirkan kekerasan dan ketakuan pada anak. Anak menjaga jarak dari orangtua bukan karena segan, tapi karena enggan.
Sebaliknya kelembutan sang ibu, akan meluluhkan kekerasan anak sehingga berubah menjadi perilaku yang baik. Anak akan merasa hormat dan segan pada orangtuanya. Pada dirinya muncul kasih sayang dan kerinduan kepada orangtua. Salah satu bentuknya adalah dengan berusaha berakhlak sebagaimana yang dikehendaki orangtua. Berakhlak yang menyenangkan orangtua. Ia puas dan berusaha memuaskan orangtua.
Anak kita perlu memiliki misi. Di masa kecilnya, orangtua mengenalkan tauhid melalui kehalusan perasaan anak. Ia diajak untuk mengalami perasaan keagamaan. Ia diajak merasakan kebesaran Allah, lebih dari sekedar informasi-informasi untuk tempat penyimpanannya dalam otak (hifzh). Ia “menemukan” kebesaran Allah Jalla wa ‘Ala pada ciptaan-ciptaan-Nya yang tersebar di muka bumi. Ia belajar untuk memiliki misi dan bergerak dengan misi itu, ketika ia berhadapan dengan berbagai pesan-pesan suci.
Orangtua insya Allah bisa menumbuhkan misi dengan mengenalkan kepada anak nama-nama Allah Yang Maha Agung. Bisa juga menerapkan apa yang ditulis oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, yaitu dengan mengajarkan kepada anak agar setiap berangkat tidur berkata dalam hati, “Allah bersamaku, Allah sedang melihat ke arahku, Allah menyaksikan segala gerak-gerikku.”
Orangtua insya Allah juga dapat menumbuhkan missi tauhid dengan mengajarkan agama kepada anak secara bertahap. Pertama, anak diajak untuk memahami kebesaran Allah SWT, dari ungkapan-ungkapan ibu untuk kemudian lebih banyak bersandar pada teks suci, yaitu Alquran dan Sunnah. Kedua, anak perlahan-lahan ditumbuhkan keyakinan dan kesaksian terhadap Allah SWT serta prinsip-prinsip aqidah. Inilah syahadat uluhiyyah.
Ketiga, anak diajarkan mencintai Rasulullah SAW, Ahli bayt dan Alquran dalam rangka mencintai Allah SWT. Ini untuk memenuhi perintah Rasulullah SAW, di samping hadits-hadits tsaqalain, yang berbunyi: “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara, yaitu: mencintai Nabi kalian dan ahli bayt, serta membaca Alquran; karena sesungguhnya orang-orang yang hafal Alquran itu kelak berada di bawah naungan Allah, yaitu pada hari yang tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya, berada bersama dengan para Nabi kekasih-kekasihNya.” (HR Ad-Dailami dari Ali Karamallahu wajhahu).
Setelah itu, mudah-mudahan kita bisa mengajak anak untuk mendatangi hamba-hambaNya, mendatangi sesama makhluk Allah dan berakhlak kepada mereka dengan akhlak terbaik. Menjadikan mereka, anak yang bisa bertanggung jawab terhadap akhlaknya sekaligus bersikap sebagaimana sikap yang diajarkan kepadanya. Wallahu ‘alam. (pkspesanggrahan)
BERITA TERBARU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar